
IKMS Bali: Dari Filosofi Minang Hingga Komitmen Kemanusiaan
IKMS Bali: Dari Filosofi Minang Hingga Komitmen Kemanusiaan
Denpasar – Dalam suasana yang penuh kebersamaan, Ikatan Keluarga Minang Saiyo (IKMS) Bali yang diwakili oleh Feri Hendri menyampaikan sambutan hangat pada Sarasehan Budaya di Taman Werdhi Budaya – Art Center, Denpasar. Dengan penuh hormat, ia membuka ucapannya dengan rasa terima kasih atas kesempatan berkolaborasi, serta penghargaan kepada Pemerintah Provinsi Bali yang diwakili oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Rektor ITB STIKOM Bali Dr. Dadang Hermawan, dan seluruh hadirin yang hadir.
Sejarah Panjang dan Filosofi Minang
IKMS berdiri sejak tahun 1963, dan kini tetap teguh menjaga jati diri Minangkabau dalam perantauan. Dalam sambutannya, Feri Hendri menegaskan bahwa semangat kolaborasi ini adalah bentuk penghormatan terhadap falsafah hidup orang Minang:
“Di mana bumi dipijak, di situ langik dijunjuang; di ma aia diminum, disinan raso disauak.”
(Filosofi Minang: di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung; di mana air diminum, di sanalah rasa disesuaikan).
Prinsip luhur itu diwarisi dari founding father bangsa asal Minangkabau, seperti Sutan Syahrir, Mohammad Hatta, dan Muhammad Yamin, yang menekankan keseimbangan antara identitas budaya dengan keterbukaan terhadap perbedaan.
Tenun Ikat Bali dan Kolaborasi Budaya
Dalam acara tersebut, seluruh peserta, termasuk Feri Hendri, mengenakan busana tenun ikat Bali sebagai simbol penghormatan terhadap budaya lokal. “Kami datang bukan sekadar membawa identitas Minang, tetapi juga menjunjung tinggi budaya Bali. Kolaborasi ini adalah bentuk nyata dari falsafah kami,” ujarnya.
IKMS, yang selama ini dikenal bergerak dalam pelestarian kuliner Nusantara, juga mengangkat rendang — masakan khas Minangkabau yang telah diakui dunia sebagai makanan terlezat — sebagai representasi diplomasi budaya melalui cita rasa.
Kemanusiaan di Tengah Duka
Feri Hendri tidak menutup mata terhadap musibah banjir yang baru-baru ini melanda Denpasar, yang juga menimpa banyak keluarga Minang. Namun, dalam semangat solidaritas, IKMS segera mendirikan dapur umum bukan hanya untuk membantu warga Minang, tetapi juga untuk seluruh masyarakat tanpa memandang latar belakang.
“Walau kami sedang berduka, komitmen kami pada kemanusiaan dan persaudaraan tidak pernah padam. Hari ini kami hadir di sini sebagai wujud tekad bahwa budaya dan kepedulian sosial harus berjalan seiring,” ungkapnya.
Makna Sambutan
Sambutan IKMS tidak hanya berisi ucapan terima kasih, melainkan juga sebuah pernyataan sikap: bahwa persaudaraan sejati lahir dari kearifan lokal, filosofi hidup yang menjunjung tinggi bumi perantauan, dan keberanian untuk memberi meski dalam keadaan berduka. (RAYD)